Pemerintahan Indonesia Bersatu Jilid I (Era SBY- JK) = (2004-2009)
Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono terdapat kebijakan
kontroversial yaitu mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain
menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga
minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor
pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan
kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat
miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan
pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial. Kebijakan yang
ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan
pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim
investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure
Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor
dengan kepala-kepala daerah.
Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan
kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu
ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor
asing, yang salah satunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan.
Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah
kesempatan kerja juga akan bertambah.
Selain itu, pada periode ini pemerintah melaksanakan beberapa program
baru yang dimaksudkan untuk membantu ekonomi masyarakat kecil
diantaranya PNPM Mandiri dan Jamkesmas. Pada prakteknya, program-program
ini berjalan sesuai dengan yang ditargetkan meskipun masih banyak
kekurangan disana-sini.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa
utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan
Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan
kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar
negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan
ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk
miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05
juta jiwa pada bulan Maret 2006.
Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran
kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih
suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan
berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan
terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara
dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu
sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di
lain pihak, kondisi dalam negeri masih kurang kondusif.
Namun, selama masa pemerintahan SBY, perekonomian Indonesia memang
berada pada masa keemasannya. Indikator yang cukup menyita perhatian
adalah inflasi.
Sejak tahun 2005-2009, inflasi berhasil ditekan pada single digit.
Dari 17,11% pada tahun 2005 menjadi 6,96% pada tahun 2009. Tagline
strategi pembangunan ekonomi SBY yang berbunyi pro-poor, pro-job, dan
pro growth (dan kemudian ditambahkan dengan pro environment) benar-benar
diwujudkan dengan turunnya angka kemiskinan dari 36,1 juta pada tahun
2005, menjadi 31,02 juta orang pada 2010. Artinya, hampir sebanyak 6
juta orang telah lepas dari jerat kemiskinan dalam kurun waktu 5 tahun.
Ini tentu hanya imbas dari strategi SBY yang pro growth yang mendorong
pertumbuhan PDB.
Imbas dari pertumbuhan PDB yang berkelanjutan adalah peningkatan
konsumsi masyarakat yang memberikan efek pada peningkatan kapasitas
produksi di sector riil yang tentu saja banyak membuka lapangan kerja
baru. Memasuki tahun ke dua masa jabatannya, SBY hadir dengan terobosan
pembangunannya berupa master plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3 EI). Melalui langkah MP3EI, percepatan
pembangunan ekonomi akan dapat menempatkan Indonesia sebagai negara maju
pada tahun 2025 dengan pendapatan perkapita antara UsS 14.250-USS
15.500, dengan nilai total perekonomian (PDB) berkisar antara USS
4,0-4,5 triliun.
Pemerintahan Indonesia Bersatu Jilid II (Era SBY–BOEDIONO) = (2009-2014)
Pada periode ini, pemerintah khususnya melalui Bank Indonesia
menetapkan empat kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
nasional negara yaitu :
- BI rate
- Nilai tukar
- Operasi moneter
- Kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan likuiditas dan makroprudensial lalu lintas modal.
Dengan kebijakan-kebijakan ekonomi diatas, diharapkan pemerintah
dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara yang akan berpengaruh pula
pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Hampir tujuh tahun sudah ekonomi Indonesia di tangan kepemimpinan
Presiden SBY dan selama itu pula perekonomian Indonesia boleh dibilang
tengah berada pada masa keemasannya. Beberapa pengamat ekonomi bahkan
berpendapat kekuatan ekonomi Indonesia sekarang pantas disejajarkan
dengan 4 raksasa kekuatan baru perekonomian dunia yang terkenal dengan
nama BIRC (Brazil, Rusia, India, dan China).
Krisis global yang terjadi pada tahun 2008 semakin membuktikan
ketangguhan perekonomian Indonesia. Di saat negara-negara superpower
seperti Amerika Serikat dan Jepang berjatuhan, Indonesia justru mampu
mencetak pertumbuhan yang positif sebesar 4,5% pada tahun 2009.
Gemilangnya fondasi perekonomian Indonesia direspon dunia
internasional dengan menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara
pilihan tempat berinvestasi. Dua efeknya yang sangat terasa adalah
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai rekor tertingginya sepanjang
sejarah dengan berhasil menembus angka 3.800. Bahkan banyak pengamat
yang meramalkan sampai akhir tahun ini IHSG akan mampu menembus level
4000.
Indonesia saat ini menjadi ekonomi nomor 17 terbesar di dunia.
“Tujuan kami adalah untuk menduduki 10 besar. Kami sangat optimistis
karena IMF pun memprediksi ekonomi Indonesia akan mengalahkan Australia
dalam waktu kurang dari satu dekade ke depan,” tutur SBY dalam sebuah
acara.
Kesimpulan
Pada masa reformasi ini perekonomian Indonesia ditandai dengan adanya
krisis moneter yang berlanjut menjadi krisis ekonomi yang sampai saat
ini belum menunjukkan tanda-tanda ke arah pemulihan. Walaupun ada
pertumbuhan ekonomi sekitar 6% untuk tahun 1997 dan 5,5% untuk tahun
1998 dimana inflasi sudah diperhitungkan namun laju inflasi masih cukup
tinggi yaitu sekitar 100%. Pada tahun 1998 hampir seluruh sektor
mengalami pertumbuhan negatif, hal ini berbeda dengan kondisi ekonomi
tahun 1999.
Namun sejak masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, perekonomian
Indonesia mulai membaik. Perekonomian Indonesia boleh dibilang tengah
berada pada masa keemasannya. Krisis global yang terjadi pada tahun 2008
semakin membuktikan ketangguhan perekonomian Indonesia. Di saat
negara-negara superpower seperti Amerika Serikat dan Jepang berjatuhan,
Indonesia justru mampu mencetak pertumbuhan yang positif sebesar 4,5%
pada tahun 2009.
Pembangunan di era Reformasi ini merupakan suatu bentuk perbaikan di
segala bidang sehingga belum menemukan suatu arah yang jelas.
Pembangunan masih tarik-menarik mana yang harus didahulukan. Namun
setidaknya reformasi telah membawa Indonesia untuk menjadi lebih baik
dalam merubah nasibnya tanpa harus semakin terjerumus dalam kebobrokan
moral manusia-manusia sebelumnya.
Sumber : http://wartawarga.gunadarma.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar