Pengertian
Fraudulent financial reporting menurut Arens (2005 : 310) adalah sebagai
berikut :
Fraudulent
financial reporting is an intentional misstatement or omission of amounts or disclosure
with the intent to deceive users. Most cases of fraudulent financial reporting
involve the intentional misstatement of amounts not disclosures. For
example, worldcom is reported to have capitalized as fixed asset, billions
dollars that should have been expensed. Omission of amounts are less common,
but a company can overstate income by omittingaccount payable and other
liabilities.Although less frequent, several notable cases of fraudulent
financial reporting involved adequate disclosure. For example, a central issue
in the enron case was whether the company had adequately disclosed obligations
to affiliates known as specialm purpose entities.
- Penyebab Fraudulent Financial
Reporting
Menurut Ferdian
& Na’im (2006), kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan
yang disajikan berikut ini :
1.
Manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen
pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan.
2.
Representasi yang dalam atau penghilangan dari laporan keuangan, peristiwa,
transaksi, atau informasi signifikan.
3.
Salah penerapan secara senngaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan
jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapan.
Fraudulent
financial reporting juga dapat disebabkan
adanya kolusi antara manajemen perusahaan dengan akuntan publik. Salah satu
upaya untuk mencegah timbulnya kolusi tersebut, yaitu perlunya perputaran
(rotasi) akuntan publik dalam melakukan general audit suatu
perusahaan.
Carcello (2004) dalam
artikelnya yang berjudul ” Audit firm tenure and fraudulent financial
reporting ”, menyatakan :
The
Sarbanes-Oxley Act (U.S. House of Representatives 2002) required the U.S.
Comptroller General to study the potential effects of requiring mandatory audit
firm rotation. The U.S. General Accounting Office (GAO) concludes in its
recently released study of mandatory audit firm rotation that “mandatory audit
firm rotation may not be the most efficient way to strengthen auditor
independence” (GAO 2003, Highlights). However, the GAO also suggests that
mandatory audit firm rotation could be necessary if the Sarbanes-Oxley Act’s
requirements do not lead to improved audit quality (GAO 2003, 5).
Berdasarkan hasil
penelitian COSO (1999) yang berjudul “Fraudulent Financial
Reporting : 1987 – 1997, An Analysis of U.S. Public Company”, atas
perusahaan yang listing di Securities Exchange Commission (SEC)
selama periode Januari 1987 s.d. Desember 1997 ( 11 tahun) dapat disimpulkan
bahwa teridentifikasi sejumlah 300 perusahaan yang terdapat fraudulent
financial reporting. Hasil analisa perusahaan yang terkategori
fraudulent financial reporting memiliki karakteristik yaitu mengalami
permasalahan bidang keuangan (experiencing financial distress), lax
oversight dan terdapat fraud dengan jumah uang yang besar (Ongoing,
large-dollar frauds). Beberapa perusahaan yang termasuk kasus / skandal Fraudulent
Financial Reporting antara lain Enron, Tyco, Adelphia dan WorldCom.
- Tanggung Jawab Akuntan Publik (Auditor
Independen)
1.
Statement Auditing Standards
Beberapa Statements on Auditing Standards (SAS) yang
dikeluarkan oleh Auditing Standards Board (ASB) di Amerika
Serikat yang cukup penting adalah :
a. SAS No. 53 tentang “The Auditor’s Responsibility to Detect and Report Errors
and Irregularities,” yaitu mengatur tanggung jawab auditor untuk
mendeteksi dan melaporkan adanya kesalahan (error) dan
ketidakberesan (irregularities).
b.
SAS No. 55 tentang “Consideration of Internal Control in a Financial Statement
Audit,” yang merubah tanggung jawab auditor mengenai internal
control. Statement yang baru ini meminta agar auditor untuk merancang pemahaman
tentang pengendalian intern yang memadai (internal control sufficient)
dalam merencanakan audit. SAS No. 55 kemudian diperbaharui dengan diterbitkan
SAS No. 78 pada tahun 1997, dengan mencantumkan definisi ulang pengendalian
intern (redefined internal control) dengan memasukkan dua komponen yaitu
lingkungan pengendalian (control environment) dan penilaian risiko (risk
assessment) yang merupakan usulan dari the Treadway Commission.
c. SAS No. 61 mengatur tentang
komunikasi antara auditor dengan komite audit perusahaan (Communication with
Audit Committees). Auditor harus mengkomunikasikan dengan komite audit atas
beberapa temuan audit yang penting, misalnya kebijakan akuntansi (accounting
policy) perusahaan yang signifikan, judgments, estimasi akuntansi (accounting
estimates), dan ketidaksepakatan manajemen dengan auditor.
d. SAS No. 82 “Consideration of
Fraud in a Financial Statement Audit” dikeluarkan ASB pada Februari
1997. SAS no. 82 menyatakan bahwa auditor harus bertanggung jawab untuk
mendeteksi dan melaporkan adanya kecurangan (fraud) yang terjadi dalam
laporan keuangan yang disusun oleh manajemen. Selaij itu, SAS no. 82 juga
menyatakan bahwa setiap melakukan audit auditor harus menilai risiko (assessment
of risk) kemungkinan terdapat salah saji material (material
misstatement) pada laporan keuangan yang disebabkan oleh fraud.
2. Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP)
Profesi akuntan
publik (auditor independen) memiliki tangggung jawab yang sangat besar
dalam mengemban kepercayaan yang diberikan kepadanya oleh masyarakat (publik).
Terdapat 3 (tiga) tanggung jawab akuntan publik dalam melaksanakan pekerjaannya
yaitu :
A. Tanggung jawab moral (moral responsibility).
A. Tanggung jawab moral (moral responsibility).
Akuntan publik
harus memiliki tanggung jawab moral untuk :
1). Memberi
informasi secara lengkap dan jujur mengenai perusahaan yang diaudit kepada
pihak yng berwenang atas informasi tersebut, walaupun tidak ada sanksi terhadap
tindakannya.
2). Mengambil
keputusan yang bijaksana dan obyektif (objective) dengan kemahiran
profesional (due professional care).
B. Tanggung jawab profesional (professional responsibility).
B. Tanggung jawab profesional (professional responsibility).
Akuntan publik
harus memiliki tanggung jawab profesional terhadap asosiasi profesi yang
mewadahinya (rule professional conduct).
C. Tanggung jawab hukum (legal responsibility).
C. Tanggung jawab hukum (legal responsibility).
Akuntan publik
harus memiliki tanggung jawab diluar batas standar profesinya yaitu tanggung
jawab terkait dengan hukum yang berlaku.Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP) yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar
Auditing Seksi 110, mengatur tentang “Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor
Independen”. Pada paragraf 2, standar tersebut antara lain dinyatakan
bahwa auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk
memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah
saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Oleh
karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh
keyakinan memadai, namun bukan mutlak. Bahwa salah saji material terdeteksi.
Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna
memperoleh keyakinan bahwa salah saji terdeteksi, baik yang disebabkan oleh
kekeliruan atau kecurangan, yang tidak material terhadap laporan
keuangan.
- Pencegahan & Pendeteksian Fraud
Fraudulent
financial reporting di suatu perusahaan merupakan hal
yang akan berpengaruh besar terhadap semua pihak yang mendasarkan keputusannya
atas informasi dalam laporan keuangan (financial statement)
tersebut. Oleh karena itu akuntan publik harus bisa menccegah dan
mendeteksi lebih dini agar tidak terjadi fraud. Untuk mengetahui adanya fraud,
biasanya ditunjukkan oleh timbulnya gejala-gejala (symptoms) berupa red
flag (fraud indicators), misalnya perilaku tidak etis manajemen. Red flag ini biasanya selalu muncul di setiap
kasus kecurangan (fraud) yang terjadi.
Hasil penelitian
Wilopo (2006) membuktikan serta mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa
perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi dapat
diturunkan dengan meningkatkan kefektifan pengendalian internal, ketaatan
aturan akuntansi, moralitas manajemen, serta menghilangkan asimetri informasi.
Hasil penelitian Wilopo tersebut juga menunjukkan bahwa dalam upaya
menghilangkan perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan
akuntansi memerlukan usaha yang menyeluruh, tidak secara partial. Menurut
Wilopo, upaya menghilangkan perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan
kecurangan akuntansi, antara lain :
-
Mengefektifkan pengendalian internal, termasuk penegakan hukum.
-
Perbaikan sistem pengawasan dan pengendalian.
-
Pelaksanaan good governance.
- Memperbaiki moral dari pengelola perusahaan, yang diwujudkan
dengan mengembangkan sikap komitmen terhadap perusahaan, negara dan masyarakat.
The
National Commission On Fraudulent Financial Reporting (The Treadway Commission) merekomendasikan 4 (empat) tindakan untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya fraudulent financial reporting, yaitu :
-
Mengidentifikasi dan memahami faktor- faktor yang mengarah ke fraudulent
financial reporting.
-
Menilai resiko fraudulent financial reporting di dalam perusahaan.
-
Mendisain dan mengimplementasikan internal control yang memadai untuk
financial reporting.
Mulfrod &
Comiskey (2002) menulis buku terkait dengan creative accounting yang
berjudul “The Financial Numbers Game : Detecting Creative Accounting
Practices”. Buku tersebut meskipun lebih difokuskan bagi para
investor sebagai pembelajaran untuk mengetahui secara cepat adanya kecurangan
akuntansi (fraudulent accounting), namun
perlu diketahui juga oleh auditor.
Beberapa atribut
yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya risiko terdapat fraudulent
financial reporting di perusahaan, antara lain :
- Terdapat kelemahan dalam pengendalian intern (internal control).
-
Perusahaan tidak memiliki komite audit.
-
Terdapat hubungan kekeluargaan (family relationship) antara
manajemen (Director) dengan karyawan perusahaan.
Klasifikasi dari
Creative Accounting Practices menurut Mulfrod & Comiskey,
terdiri dari :
- Pengakuan pendapatan fiktif (recognizing Premature or Ficticious Revenue).
-
Kapitalisasi yang agresif dan Kebijakan amortisasi yang terlalu lebar (Aggressive
Capitalization & Extended Amortization Policies).
- Pelaporan keliru atas Aktiva & Utang (Misreported Assets and Liabilities).
-
Perekayasaan Laporan Laba Rugi (Creative with the Income Statement).
-
Timbul masalah atas pelaporan Arus Kas (Problems with Cash-flow Reporting).
Menurut laporan
dari The National Commission on Fraudulent Financial Reporting, pencegahan
(prevention) dan pendeteksian (detection) awal atas fraudulent
financial reporting harus dimulai saat penyiapan laporan keuangan.
Rezaee (2002),
dalam bukunya yang berjudul “Financial Statement Fraud: Prevention and
Detection”, membahas cukup mendalam tentang teknik untuk mencegah dan
mendeteksi adanya fraud dalam laporan keuangan. Dalam buku tersebut
dijelaskan kasus kolapsnya enron di Amerika Serikat, yang menghebohkan kalangan
dunia usaha secara jelas dan lengkap, termasuk adanya praktek kolusi.
Salah satu cara
untuk mencegah timbulnya fraud yang diakibatkan kolusi antara manajemen
perusahaan dengan akuntan publik adalah pengaturan rotasi auditor (akuntan
publik). Sesuai Keputusan Menkeu (KMK) No. 359/KMK. 06/2003 tentang
perubahan KMK No. 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik tertanggal 21
Agustus 2003, telah diatur tentang pembatasan dan rotasi terhadap akuntan
publik. Pasal 6 ayat 4 Kepmenkeu tersebut dinyatakan bahwa pemberian jasa
audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh Kantor
Akuntan Publik (KAP) paling lama untuk lima tahun buku berturut-turut dan oleh
seorang akuntan publik paling lama tiga tahun berturut-turut.
Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) sebagai organisasi profesi perlu menyelenggarakan suatu lokakarya
(workshop) tentang fraudulent financial reporting atau fraud in
financial statement untuk para akuntan publik agar terdapat pemahaman yang
sama, sehingga dapat dilakukan pencegahan serta pendeteksian secara dini
kemungkinan terjadinya fraud di perusahaan. Hal ini dimaksudkan agar
akuntan publik dapat berhasil mendeteksi adanya fraud, sehingga dapat
dihindarkan akuntan publik gagal mendeteksi terjadinya fraud yang sangat
merugikan berbagai pihak.
SUMBER : MODUL KULIAH ETIKA PROFESI AKUNTANSI 2008
SUMBER : MODUL KULIAH ETIKA PROFESI AKUNTANSI 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar